materi : Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
Judul : Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
Artikel penyuluhan pertanian, Revitalisasi Penyuluhan Pertanian - Sebagai tindak lanjut Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden pada bulan Juli 2005, pada tanggal3 Desember 2005 di Sumatera Selatan, Menteri Pertanian telah
mencanangkan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP). Pada hakikatnya
Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya mendudukkan,
memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan
pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korps dan kesatuan
arah kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan revitalisasi ini memerlukan
dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah,
maupun masyarakat pelaku usaha pertanian.
Program revitalisasi difokuskan pada beberapa sub program, yaitu
penataan kelembagaan penyuluhan pertanian, peningkatan kuantitas dan
kualitas penyuluh pertanian, peningkatan kelembagaan dan kepemimpinan
petani, peningkatan sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian, dan
pengembangan kerjasama antara sistem penyuluhan pertanian dan
agribisnis. Program ini berupaya memperbaiki sistem dan kinerja
penyuluhan pertanian yang sejak akhir 1990 an sangat menurun
kondisinya.
Salah satu tonggak untuk pelaksanaan revitalisasi ini adalah telah
keluarnya Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (SP3K) No. 16 Tahun 2006 tanggal 18 Oktober 2006. Pada
Undang-undang ini disebutkan perlunya penataan kelembagaan
penyuluhan pertanian pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan
tingkat kecamatan, serta menyediakan sumber dana yang merupakan
kontribusi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. UU ini
merupakan satu titik awal dalam pemberdayaan para petani melalui
peningkatan sumberdaya manusia dan kelembagaan para penyuluh
pertanian PNS, swasta, dan penyuluh pertanian swadaya.
Permasalahan pokok yang dihadapi selama ini adalah rendahnya kualitas
dan kuantitas tenaga penyuluh. Untuk memperkuat tenaga penyuluhan,
pemerintah merencanakan satu desa satu penyuluh untuk seluruh desa di
Indonesia. Selain itu, Departemen Pertanian juga berupaya memperbaiki
dan memfungsikan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), menyediakan
kendaraan dinas untuk transportasi penyuluh, serta membenahi metode
dan sistem penyuluhan yang selama ini lebih banyak berorientasi pada
peningkatan produksi kepada penyuluhan yang berorientasi kepada
agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya.
1) Kondisi Pertanian dan Penyuluh Pertanian Sebelum Adanya UUSP3K
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian
nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke 21
masih akan tetap berbasis pertanian secara luas, namun demikian
sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi, maka
kegiatan jasa-jasa dan bisnis berbasis pertanian juga akan semakin
meningkat. Kegiatan agribisnis yang dengan kata lain akan menjadi
salah satu kegiatan unggulan pembangunan ekonomi nasional dalam
berbagai aspek yang luas.
Pembangunan pertanian ke depan diharapkan dapat memberi
kontribusi yang lebih besar dalam rangka mengurangi kesenjangan dan
memperluas kesempatan kerja. Di samping itu mampu memanfaatkan
semua peluang ekonomi yang terjadi sebagai dampak dari globalisasi
dan liberalisasi perekonomian dunia. Untuk mewujudkan harapan
tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan handal
dengan ciri mandiri, profesional, berjiwa wirausaha, mempunyai
dedikasi, etos kerja, disiplin dan moral yang tinggi juga berwawasan
global, sehingga petani dan pelaku usaha pertanian lain akan mampu
membangun usaha tani yang berdaya saing tinggi. Salah satu upaya
untuk meningkatkan SDM pertanian, terutama SDM petani, adalah
melalui kegiatan penyuluhan pertanian.
Tantangan pembangunan pertanian dalam menghadapi era global
adalah bahwa pertanian Indonesia didominasi oleh usaha kecil yang
dilaksanakan oleh 26 juta Kepala Keluarga (KK) tani yang merupakan
51 % dari penduduk Indonesia. Bercirikan berlahan sempit, bermodal
kecil dan memiliki produktivitas yang rendah. Kondisi ini memberi
dampak yang kurang menguntungkan terhadap persaingan di pasar
global. Oleh karena itu, diperlukan usaha pemberdayaan melalui
pembangunan sistem penyuluhan pertanian nasional yang mampu
membantu petani dan pelaku usaha pertanian untuk memperbaiki
kehidupan dan penghidupannya serta meningkatkan kesejahteraannya.
Penyuluhan pertanian sebagai bagian integral pembangunan pertanian
sudah dilakukan sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.
Pada pelaksanaannya, penyelenggaraan penyuluhan pertanian pada zaman Hindia Belanda menggunakan pendekatan atas perintah atau
pendekatan dari atas (top down). Pemerintahan pendudukan Jepang
masih menggunakan pendekatan dari atas, bahkan setelah kemerdekaan Pemerintah Indonesia masih juga menggunakan
pendekatan dari atas, walaupun dalam perkembangannya kemudian
mengalami berbagai modifikasi.
Pengalaman menunjukkan bahwa penyuluhan pertanian di Indonesia
telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan pada pencapaian
dari berbagai program pembangunan pertanian. Sebagai contoh,
melalui program Bimbingan Massal (Bimas) penyuluhan pertanian
dapat menghantarkan Bangsa Indonesia mencapai swasembada beras
pada tahun 1984. Ini dilakukan melalui koordinasi yang ketat antar
instansi terkait tetapi masih dengan menggunakan pendekatan dari atas
yang dimodifikasi. Cara ini merupakan penyelenggaraan penyuluhan
pertanian pada masa Bimas sudah mulai terintegrasi dengan baik.
Keberhasilan penyuluhan pertanian yang demikian menimbulkan
anggapan bahwa penyuluhan pertanian yang dilaksanakan selama ini
dilakukan dengan pendekatan dipaksa, terpaksa dan biasa. Petani
dipaksa untuk menerima teknologi tertentu, sehingga petani terpaksa
melakukannya, dan kemudian petani menjadi biasa melakukannya.
Pada akhirnya petani meningkat kemampuannya, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan produksi padi yang diusahakan dan
mengantarkan
1984.
Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah keberadaan lembaga
penyuluhan dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota dari yang semula
berada di bawah Departemen Pertanian. Sejak itu keberadaan lembaga
penyuluhan di beberapa kabupaten/kota kurang difungsikan dengan
baik oleh pemerintah kabupaten/ kota, bahkan ada yang sudah dihapus
maupun muncul dalam bentuk lain. Kondisi tersebut, menurut Anton
Apriyantono (Mantan Menteri Pertanian), menjadikan penyelenggaraan
penyuluhan pertanian tidak efisien, efektif dan produktif, serta tidak
mampu meningkatkan pemberdayaan petani yang akhirnya tidak
mampu meningkatkan produktivitas, pandapatan dan kesejahteraan
petani.Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
Saat ini kelembagaan penyuluhan pertanian di kabupaten/kota
memiliki beragam bentuk, struktur, tugas dan fungsinya. Keberagaman
tersebut antara lain yang berbentuk badan ada tujuh unit, kantor 72
unit, balai 24 unit, sub dinas 82 unit, seksi 23 unit, UPTD 21 unit dan
kelompok jabatan 135 unit. Jumlah tersebut enam persen bentuk
kelembagaannya belum jelas atau pun dibubarkan.
Sementara itu dari penyuluh pertanian di seluruh Indonesia yang
berjumlah 25.380 orang dan tersebar di BPP kabupaten/kota maupun
dinas atau bidang lingkup pertanian provinsi, sebagian tugas mereka
tidak jelas. Bahkan di beberapa kabupaten/kota tidak diakui adanya
jabatan fungsional, tunjangan fungsional tidak dibayarkan, pola karier
tidak jelas, kesempatan mengikuti pelatihan sangat kurang, sehingga
kompetensi tidak berkembang. Banyak penyuluh pertanian yang alih
tugas ke jabatan lain dan sebagian besar sudah memasuki masa pensiun
yang mengakibatkan tidak sebanding jumlah penyuluh dengan jumlah
petani/kelompok tani serta pelaku usaha lain yang harus ditanganinya
Keadaan inilah yang menyebabkan mereka frustasi sehingga sangat
mempengaruhi efektifitas penyuluhan pertanian di kabupaten/kota
yang bersangkutan.
Selain permasalahan di atas, ketersediaan sarana penyuluhan pertanian
sangat terbatas bahkan tidak disediakan sama sekali. Sementara sarana
yang sudah tersedia pada waktu lalu oleh pemda dialihkan kepada
petugas lain yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan penyuluhan
pertanian. Pembiayaan penyuluhan pertanian yang disediakan
pemerintah pun kurang memadai bahkan tidak digunakan sesuai untuk
penyuluhan pertanian.
Melihat kecenderungan tersebut, disisi lain kegiatan penyuluhan
pertanian menghadapi tantangan yang semakin berat, maka untuk
meningkatkan kinerja penyuluhan pertanian Departemen
Pertanian akhirnya akan menarik tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan
(PPL) yang selama ini di bawah pemerintah
kabupaten/kota kembali ke pemerintah pusat. Ini dilakukan
untuk menghadapi persaingan di era pasar global, dimana
diperlukan penyuluhan pertanian yang mampu membantu petani
dan pelaku usaha pertanian lainnya memperbaiki kehidupan dan
meningkatkan kesejahteraanya.
Era reformasi dan otonomi sekarang ini, pendekatan dari atas tentunya
sudah tidak relevan lagi, karena yang kita inginkan adalah bahwa petani
dan keluarganya mengelola usaha taninya dengan penuh kesadaran,
bukan terpaksa, mampu melakukan pilihan-pilihan yang tepat dari
alternatif yang ada, yang ditawarkan penyuluh pertanian dan pihak-
pihak lain. Pilihan tersebut membuat petani yakin bahwa dia akan dapat
mengelola usaha taninya secara produktif, efisien dan menguntungkan
serta berdaya saing tinggi. Melakukan pilihan inilah petani
mendapatkan bantuan dari penyuluh pertanian dan pihak lain yang
berkepentingan dalam bentuk hubungan kemitra sejajaran, sehingga
tidak terjadi pemaksaan.
Pengalaman-pengalaman di atas, penyelenggaraan penyuluhan pertanian
harus dapat mengakomodasikan aspirasi, harapan, kebutuhan, dan
potensi serta peran aktif petani dan pelaku usaha pertanian lainnya.
Oleh karena itu penyelenggaraan penyuluhan pertanian harus
menggunakan pendekatan partisipatif yang didasari pada prinsip-
prinsip pemberdayaan dan dikembangkan mengacu pada Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 11 ayat (3) jis Pasal 13 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (2) Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan
bahwa urusan pertanian termasuk penyuluhan pertanian merupakan
urusan pilihan. Walaupun demikian mengingat pertanian merupakan
tulang punggung perekonomian nasional dan umumnya juga
merupakan tulang punggung ekonomi sebagian besar daerah (provinsi
dan kabupaten/kota), maka seyogyanya provinsi dan kabupaten/kota
menetapkan urusan pertanian menjadi urusan pertama yang akan
dikembangkan di wilayahnya. Ini sesuai yang dilakukan oleh
pemerintah pusat dengan menetapkan pertanian sebagai sektor yang
strategis dalam mengembangkan ekonomi Indonesia melalui revitalisasi
pertanian.
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian akan berjalan dengan baik
apabila ada persamaan persepsi dan keterpaduan kegiatan antara pusat,
provinsi dan kabupaten/kota bahkan sampai ke tingkat desa dalam satu
sistem penyuluhan pertanian yang disepakati bersama dengan
melibatkan petani, swasta dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Kenyataannya sekarang bahwa, masing-masing instansi berjalan
sendiri-sendiri, sehingga penyelenggaraan penyuluhan pertanian
menjadi tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien. Penyuluhan
pertanian dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten/kota, namun harus jelas keserasian hubungan
antar susunan pemerintahan tersebut dalam penyelenggaraannya.
Para penyelengara penyuluhan pertanian melakukannya dengan
persepsi, pendekatan dan sistem yang berbeda-beda, tidak terintegrasi
karena tidak berdasarkan pada filosofi dan prinsip-prinsip penyuluhan
yang sama. Hal ini menjadikan penyelenggaraan penyuluhan pertanian
tidak efisien dan efektif, sehingga tidak mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan. Akhirnya penyelenggaraan penyuluhan
pertanian tidak dapat memberikan dukungan terhadap tercapainya
tujuan pembangunan pertanian baik secara nasional maupun secara
lokalita.
Disamping itu, penyebab tidak terintegrasinya penyelenggaraan
penyuluhan pertanian antara lain adalah karena produk-produk hukum
lingkup pertanian dalam arti luas belum memberikan kejelasan tentang
penyuluhan pertanian. Siapa yang melakukan penyuluhan pertanian,
apa yang dimaksud penyuluhan pertanian, dimana melakukan
penyuluhan pertanian, bilamana dilakukan penyuluhan pertanian, dan
bagaimana melakukan penyuluhan pertanian, ini belum diatur secara
jelas sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Oleh karena itu kebutuhan
akan adanya satu sistem penyuluhan pertanian yang dapat
mengintegrasikan penyelenggaraan penyuluhan pertanian mulai dari
pusat sampai ke daerah merupakan suatu keharusan.
Berdasarkan hasil sensus pertanian tahun 1983, 1992 dan 2002, kondisi
petani kita masih lemah (skala ekonomi usaha, produktivitas,
pendapatan dan posisi tawar). Jumlahnya yang sangat besar, sehingga
penyuluhan pertanian akan terus mempunyai peran strategis dan akan
terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Sekarang ini
petani dan keluarganya harus menyediakan waktunya lebih sering dan
lebih lama untuk merespons berbagai kegiatan penyuluhan dengan
pendekatan yang berbeda-beda yang diselenggarakan oleh berbagai
macam kelembagaan penyuluhan pertanian. Oleh karena itu petani dan
keluarganya beserta pelaku usaha pertanian lain banyak kehilangan
waktunya dan tidak terkonsentrasi pada masalah pokok dalam
mengembangkan usahanya untuk dapat meningkatkan produk tivitas,
efisiensi, pendapatan dan kesejahteraannya.
Demikianlah Artikel Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
Sekian materi Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan kali ini semoga kalian bisa kembali lagi ke sini dan mengajak teman kalian menuju ke sini supaya saya lebih semangat lagi untuk update artikel maka sebarkan link blog ini dan jangan lupa untuk komentar bisa melalui facebook juga lho komentarnya .
0 Response to "Revitalisasi Penyuluhan Pertanian"
Posting Komentar